Iran Bantah Tuduhan Jadi Markas Baru Al-Qaeda

Iran menyangkal tuduhan Menlu AS, Mike Pompeo, yang menyebut bahwa negaranya menjadi pusat kegiatan kelompok teroris Al-Qaeda.

Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menyangkal tuduhan yang dilayangkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, bahwa negaranya saat ini menjadi pusat kegiatan kelompok teroris Al-Qaeda.

"Dari menuduh Kuba hingga deklasifikasi Iran dan tudingan kegiatan AQ (Al-Qaeda), Tuan `pembohong, curang, pencuri` secara menyedihkan mengakhiri karirnya yang buruk dengan menebar kebohongan. Tidak ada yang bisa dibodohi. Seluruh teroris yang terlibat peristiwa 9/11 datang dari negara sahabat Pompeo di Timur Tengah, tidak ada yang berasal dari Iran," cuit Zarif melalui akun Twitter, sepert dikutip pada Kamis (14/1).

[Gambas:Twitter]

Pompeo membenarkan laporan surat kabar The New York Times yang mengulas soal pembunuhan terhadap wakil petinggi Al-Qaeda, Abdullah Ahmed Abdullah alias Abu Muhammad Al-Masri. Dia dilaporkan dibunuh dalam operasi gabungan antara Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) dan Israel (Mossad) di Teheran, Iran.

"Al Qaeda memiliki basis baru. Itu adalah Republik Islam Iran," kata Pompeo pada Selasa (12/1).

Menurut Pompeo, Al Qaeda justru mendapat `perlindungan` dari pemerintah Iran. Kondisi itu berbeda ketika kelompok itu membangun kekuatan di Afghanistan dengan bersembunyi di daerah pegunungan.

Iran adalah negara dengan mayoritas Muslim Syiah. Secara ideologis, Iran menentang Al Qaeda dan ISIS yang keduanya merupakan kelompok ekstremis kaum Muslim Sunni.

Namun, banyak ahli percaya Iran telah `mengizinkan` Al Qaeda untuk melakukan operasi di wilayahnya karena relatif aman dari militer AS.

Izin itu disebut diberikan Iran agar para kelompok teroris tidak menargetkan Teheran dalam operasi propagandanya.

Rusia yang merupakan sekutu Iran turut membantah tuduhan AS.

"Nampaknya Pompeo, dan Donald Trump yang akan mengakhiri masa kepemimpinannya, ingin berupaya menyakiti Iran. Namun, tuduhan itu sangat tidak berdasar dan tidak beralasan," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Zamir Kabulov, seperti dilansir Middle East Monitor.

0 comments